MSUtama Rekayasa - Siang Ramadan Di Jalan Kampung Yang Lengang Dan Berdebu Itu Pecah Oleh Lengking Sebuah Ngeong. Suara Rem Berdecit Dan Seekor Kucing Terlempar, Nyaris Terjerembap Ke Dalam Parit. Hanya Selang Beberapa Detik, Motor Tersebut Melaju Kembali Tanpa Memedulikan Korbannya Yang Bersimbah Darah Dan Tampak Ringkih.
Menyaksikan Itu, Hesan Tak Mampu Berdiam Saja. Ia Lekas-Lekas Menghampiri Satwa Malang Itu. Bulu Putih Kucing Betina Itu Berbercak Merah. Hanya Dengan Mendengar Rintihannya, Hesan Seakan-Akan Dapat Merasakan Penderitaan Kucing Itu; Suara Hewan Yang Terluka. Kucing Itu Sama Sekali Tidak Dapat Menggerakkan Tubuh. Kakinya Cedera.
Hesan Yakin Ustaz Dulkarnin Bakal Memarahinya. Pukul Segini Semestinya Ia Telah Sampai Di Musala, Menyimak Kajian. Tetapi Ia Tak Mungkin Meninggalkan Dan Membiarkan Kucing Itu Sekarat. Ia Pikir Menolong Binatang Jauh Lebih Penting Ketimbang Duduk Manis Sambil Menyimak Ceramah Ustaz Dulkarnin. Ia Teringat Pesan Ustaz Salim—Gurunya Yang Lain—Bahwa Manusia Harus Mencintai Semua Makhluk Di Bumi: Pohon, Hewan, Tanah, Air, Udara….
Lagi Pula Hesan Sudah Terbiasa Dimarahi Ustaz Dulkarnin. Remaja Kelas Menengah Pertama Itu Seringkali Merasa Tidak Cocok Dengan Pendapat-Pendapat Ustaz Dulkarnin Yang Keras Dan Kaku. Ia Lebih Senang Mendengarkan Nasihat-Nasihat Ustaz Salim Yang Dinilainya Lebih Masuk Akal.
Entah Mengapa Ustaz Salim Jarang Ke Musala. Barangkali Ia Ingin Menghidari Konflik Dengan Ustaz Dulkarnin Yang Juga Kerap Bersilang Pendapat Dengannya. Hesan Menyayangkan Ustaz Salim Jarang Hadir Ke Musala. Ia Hanya Perihatin Melihat Teman-Temannya Dicekoki Ajaran-Ajaran Ustaz Dulkarnin Yang Baginya Sungguh Absurd.
Dibersihkannya Darah Kucing Itu Dengan Air Hangat. Hewan Itu Pasrah Di Tangan Hesan. Kaki-Kakinya Yang Lecet Dan Lunglai Dibebat Dengan Kasa. Ia Kini Meringkuk Di Sebuah Keranjang Musa Yang Tergeletak Di Pojok Teras. Bagaimanapun Juga Hesan Harus Segera Melangkah Ke Musala Meski Tak Tega Meninggalkan Kucing Itu Merana Sendiri. Dengan Matanya Yang Lebar Dan Hijau, Binatang Itu Seperti Mengucapkan Terima Kasih. Lalu Hesan Menamainya Luka, Sebab Kedua Matanya Menyimpan Lara.
Menyaksikan Itu, Hesan Tak Mampu Berdiam Saja. Ia Lekas-Lekas Menghampiri Satwa Malang Itu. Bulu Putih Kucing Betina Itu Berbercak Merah. Hanya Dengan Mendengar Rintihannya, Hesan Seakan-Akan Dapat Merasakan Penderitaan Kucing Itu; Suara Hewan Yang Terluka. Kucing Itu Sama Sekali Tidak Dapat Menggerakkan Tubuh. Kakinya Cedera.
Hesan Yakin Ustaz Dulkarnin Bakal Memarahinya. Pukul Segini Semestinya Ia Telah Sampai Di Musala, Menyimak Kajian. Tetapi Ia Tak Mungkin Meninggalkan Dan Membiarkan Kucing Itu Sekarat. Ia Pikir Menolong Binatang Jauh Lebih Penting Ketimbang Duduk Manis Sambil Menyimak Ceramah Ustaz Dulkarnin. Ia Teringat Pesan Ustaz Salim—Gurunya Yang Lain—Bahwa Manusia Harus Mencintai Semua Makhluk Di Bumi: Pohon, Hewan, Tanah, Air, Udara….
Lagi Pula Hesan Sudah Terbiasa Dimarahi Ustaz Dulkarnin. Remaja Kelas Menengah Pertama Itu Seringkali Merasa Tidak Cocok Dengan Pendapat-Pendapat Ustaz Dulkarnin Yang Keras Dan Kaku. Ia Lebih Senang Mendengarkan Nasihat-Nasihat Ustaz Salim Yang Dinilainya Lebih Masuk Akal.
Entah Mengapa Ustaz Salim Jarang Ke Musala. Barangkali Ia Ingin Menghidari Konflik Dengan Ustaz Dulkarnin Yang Juga Kerap Bersilang Pendapat Dengannya. Hesan Menyayangkan Ustaz Salim Jarang Hadir Ke Musala. Ia Hanya Perihatin Melihat Teman-Temannya Dicekoki Ajaran-Ajaran Ustaz Dulkarnin Yang Baginya Sungguh Absurd.
Dibersihkannya Darah Kucing Itu Dengan Air Hangat. Hewan Itu Pasrah Di Tangan Hesan. Kaki-Kakinya Yang Lecet Dan Lunglai Dibebat Dengan Kasa. Ia Kini Meringkuk Di Sebuah Keranjang Musa Yang Tergeletak Di Pojok Teras. Bagaimanapun Juga Hesan Harus Segera Melangkah Ke Musala Meski Tak Tega Meninggalkan Kucing Itu Merana Sendiri. Dengan Matanya Yang Lebar Dan Hijau, Binatang Itu Seperti Mengucapkan Terima Kasih. Lalu Hesan Menamainya Luka, Sebab Kedua Matanya Menyimpan Lara.
Komentar
Posting Komentar